Rabu, 29 Juni 2011

serpihan: Strata

Mengapa harus ada strata sosial?
Kenapa harus ada orang berdasi dengan jasnya dan di lain tempat kita melihat orang bahkan tanpa sehelai benang pun di tubuhnya?
Di sebuah panggung musik, ada sang musisi dan di depannya berdiri ratusan ribu penonton yang menikmati suguhan sang artis. Di sebuah pengadilan ada hakim dengan jubahnya duduk di podium menghakimi terdakwa dengan baju tahanannya disaksikan puluhan hadirin dari berbagai strata.

Kembali. Mengapa harus ada strata?
Kita dijejali tentang perbedaan tiap harinya, bahkan mungkin tiap detik, tipa hembusan nafas kita. Ada tetangga depan rumah yang berkulit hitam, sedangkan di samping tinggal pasangan berkulit kuning. Di ruangan kerja duduk bersama dengan orang suku pedalaman dan si bos merupakan keturunan raja di pulau terpadat penduduk di negeri ini. Sekali lagi kita diajarkan akan perbedaan.

Ataukah bukan strata yang salah?
Bagaimana dengan dia yang memuja Dewa-nya? Mereka yang tiap akhir pekan berbondong-bondong ke Gedung yang dipuncaknya terdapat lambang itu? Lalu mereka yang lain yang tiap hari sebanyak 5 kali bersujud di surau?
Kita melihat lagi perbedaan.

Bukan strata, bukan agama, bukan suku.
Kita diracuni oleh perbedaan. Kita diarahkan untuk menggali perbedaan tanpa pernah kita sadari. Pola pikir kita didikte untuk melihat perbedaan. Cara pandang kita diarahkan untuk menilai orang dan membandingkannya dengan diri kita. Batin kita dirasuki iblis yang mengajak untuk membeda-bedakan. Dia anak orang kaya, saya hanya dari keluarga pas-pasan. panjenengan miskin, saya kaya. Saya islam, panjenengan hindu. Dia cantik, panjenengan jelek. Dia pintar, kalian bodoh. Begitu banyak kita diajarkan antonim, kita tumbuh menjadi orang yang melihat perbedaan dengan orang lain.

Sebagai manusia kita lupa, kita menuruti nafsu. Mata kita tertutup oleh perbedaan yang ditanamkan pada kita sejak lahir, sejak masih kecil. Kita lupa satu hal bahwa kita sama, kita manusia. Kita dibuat lupa bahwa kita adalah makhluk Allah. Kita diarahkan untuk tidak melihat kita sama, Bangsa Indonesia.

Bukankah akan lebih indah kalau kita melihat kesamaan yang ada pada diri kita dengan menomorsekiankan "perbedaan". Jika perbedaan terus yang kita lihat, maka apakah kita kemudian bisa menerima persamaan diantara kita.

Contohnya saya mau berteman dengan panjenengan, tapi yang pertama saya pikirkan adalah anda orang kaya sedangkan saya hidup seadanya. Apakah kemudian segalanya akan berjalan baik? Belum tentu. Saya terlebih dahulu menstimulasi pikiran saya membuat pagar pembatas antara saya si miskin dengan panjenengan si kaya. Bahwa kemudian akhirnya saya berteman dengan panjenengan, saya melihat persamaan dengan sampeyan tapi kemudian otak saya berkata tentang kaya dan miskin. Mungkin saja lama-kelamaan saya menjadi minder dan seterusnya hingga kahirnya kita tidak lagi berteman.

Bagaimana kalau sejak pertama yang saya lihat adalah saya dan panjenengan orang Indonesia. Berasal dari negeri yang sama. Kemudian kita berteman dan menemukan perbedaan-perbedaan dalam hubungan pertemanan kita. Saya tetap mengingat bahwa panjenengan sama dengan saya.

Bukankah lebih indah bila kita hidup dengan melihat banyak persamaan antara kita tanpa terus melihat perbedaan yang ada? Saya tinggal dengan 6 orang teman yang berbeda asal-usulnya. Berbeda suku dan agama bukan menjadi halangan untuk bersahabat bukan? Karena kami awalnya menyadari bahwa kami sama dalam hal keberadaan sebagai manusia. Bahwa ternyata di dalam rumah banyak terdapat perbedaan, toh tidak sampai membauat kami berbuat kekerasan.

Saya prihatin dengan kekerasan yang terjadi di negeri ini. Hampir tiap minggunya saya mendengar begitu banyak peristiwa kekerasan. Saya jenuh, saya bosan. Alasan dibalik semua tindakan tersebut adalah "perbedaan". Kita terus membicarakan perbedaan dan lupa kalau kita mempunyai banyak kesamaan.

Selamat Isra' Mi'raj. Sudahkah panjenengan beramal baik hari ini?

Selasa, 28 Juni 2011

serpihan: Indonesia adalah Bangsa yang Besar!!

Mungkin sebagian besar dari kita masih meragukan kebesaran bangsa ini, Indonesia. Ini menjadi semacam hal yang wajar bahwa kita hanya sebuah negara yang sedang berkembang. "Negara Berkembang" itulah istilah yang diciptakan oleh para liberalis. Kita harusnya tidak setuju dengan istilah itu. Kita negara yang besar, bahkan lebih besar dari China. Itu yang harus kita yakini.

Belum lama ini Indonesia dikunjungi mantan pesepakbola nasional Belanda dan pesepakbola nasional Spanyol. Ya, Giovanni van Bronchorst dan Cesc Fabregas. Keduanya berkomentar yang kurang lebih sama tentang sepakbola Indonesia. Bahwa sepakbola bangsa ini bisa berbicara di level dunia atau berlaga di Piala Dunia. Tentu saja hal tersebut (berlaga di Piala Dunia) tidak bisa terjadi secara instan. Menurut Gio, setidaknya butuh 10-20 tahun bagi Indonesia untuk mencapai level itu. Patut diakui memang dengan kondisi persepakbolaan kita yang kisruh seperti sekarang ini sehingga membutuhkan waktu untuk pulih dan berkembang. Setidaknya sepakbola kita mendapat pengakuan dari dunia luar. Walaupun dimungkinkan apa yang keluar dari mulut para bintang lapangan hijau tersebut merupakan lip service semata. Ambil sisi positifnya, kita punya potensi, kita punya bakat.

Jauh sebelum Gio dan Cesc menyambangi Indonesia, terlebih dahulu bakat sepakbola Indonesia diakui oleh Cesar Payovich. Cesar adalah pelatih tim S.A.D. Indonesia yang berkompetisi di Uruguay. Ketika Cesar berkeliling Indonesia untuk menyeleksi tim S.A.D. yang baru dia kebingungan. Dia bingung karena begitu banyak bakat yang dia temukan tetapi jumlah pemain dalam tim hanya sedikit. Setidaknya itu telah membuktikan bakat Indonesia menjadi besar.

Di atas hanya gambaran dari segi sepakbola. Memang banyak yang berpendapat sepakbola tidak bisa menjadi tolak ukur. Bahkan Brasil yang 5 kali juara dunia dalam sepakbola pun kondisi ekonominya tidak lebih baik dari Indonesia. Tapi apakah kita mau berhenti dan percaya begitu saja akan fakta? Mengapa tidak kita berusaha menggali potensi besar bangsa ini. Saya pernah membaca sebuah catatan di facebook teman saya tentang obrolan dengan orang Singapura yang mengakui kebesaran Indonesia. Catatan itu kurang lebih seperti ini:
Suatu pagi di Bandar Lampung, kami menjemput seseorang di bandara. Orang itu sudah tua, kisaran 60 tahun. Sebut saja si bapak.

Si bapak adalah pengusaha asal singapura, dengan logat bicara gaya melayu, english, (atau singlish) beliau menceritakan pengalaman2 hidupnya kepada kami yang masih muda. Mulai dari pengalaman bisnis, spiritual, keluarga, bahkan percintaan hehehe..

"Your country is so rich!"

Ah biasa banget kan denger kata2 begitu. Tapi tunggu dulu..

"Indonesia doesn't need the world, but the world needs Indonesia"

"Everything can be found here in Indonesia, u don't need the world"

"Mudah saja, Indonesia paru2 dunia. Tebang saja hutan di Kalimantan, dunia pasti kiamat. Dunia yang butuh Indonesia !"

"Singapore is nothing, we cant be rich without Indonesia . 500.000 orang Indonesia berlibur ke Singapura setiap bulan. Bisa terbayang uang yang masuk ke kami, apartemen2 dan condo terbaru kami yang membeli pun orang2 indonesia, ga peduli harga yang selangit, laku keras. Lihatlah rumah sakit kami, orang Indonesia semua yang berobat."

"Kalian tahu bagaimana kalapnya pemerintah kami ketika asap hutan Indonesia masuk? Ya, benar2 panik. sangat terasa, we are nothing."

"Kalian ga tau kan klo Agustus kemarin dunia krisis beras. Termasuk di Singapura dan Malaysia, kalian di Indonesia dengan mudah dapat beras"

"Lihatlah negara kalian, air bersih dimana2.. lihatlah negara kami, air bersih pun kami beli dari Malaysia. Saya pernah ke Kalimantan, bahkan pasir pun mengandung permata. Terlihat glitter kalo ada matahari bersinar. Petani disana menjual Rp3000/kg ke sebuah pabrik China. Dan si pabrik menjualnya kembali seharga Rp 30.000/kg. Saya melihatnya sendiri"

"Kalian sadar tidak klo negara2 lain selalu takut meng-embargo Indonesia?! Ya, karena negara kalian memiliki segalanya. Mereka takut kalau kalian menjadi mandiri, makanya tidak di embargo. Harusnya KALIANLAH YANG MENG-EMBARGO DIRI KALIAN SENDIRI. Belilah dari petani2 kita sendiri, belilah tekstil garmen dari pabrik2 sendiri. Tak perlu kalian impor klo bisa produksi sendiri."

"Jika kalian bisa mandiri, bisa MENG-EMBARGO DIRI SENDIRI, Indonesia will rules the world.."

So, let's we love our products,,, ^^


*copy from: Ilma Dityaningrum (forum Backpaker Indonesia on facebook)*

(tak copy dari notesnya salah temen dari FB-BKKT)
 versi facebooknya bisa panjenengan baca di sini

Seperti yang tertulis di catatan tersebut, salah satu cara kita menjadi bangsa yang besar adalah dengan mencintai dan memakai produk dalam negeri. Ini bukanlah kampanye, tapi ini saya tulis sebagai sebuah refreshing bagi panjenengan sekalian. Kita seharusnya sadar akan potensi bangsa kita, khusunya potensi kita masing-masing sebagai elemen bangsa. Kta tidak boleh merasa puas dengan kondisi negeri ini sekarang.

Indonesia adalah negara besar, sudah selayaknya kita bisa menghidupi bangsa ini secara mandiri. Kita tidak harus selalu bergantung pada bangsa lain. Walaupun tidak bisa dipungkiri kita tidak bisa hidup sendiri. Suatu saat pasti kita juga akan butuh bantuan dari negara lain.


Kita hidup di negara yang luas dan besar dengan potensi serta kekayaan yang melimpah ruah. Kita harus mampu membesarkan bangsa ini karena pada dasarnya Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar!!
Selamat Senin malam, apakah panjenengan sudah makan malam?